Selasa, 01 Januari 2019

Operasional Manajemen Resiko di Perbankan

A.    Latar Belakang
Basel Accord mengeluarkan ketentuan manajemen risiko perbankan, Bang Indonesia (BI) menyambutnya dengan beberapa hal. Yaitu:
-          Mendesain API (Arsitektur Perbankan Indonesia),
-          Mengeluarkan SEBI No.5/21/DPNP tgl 29-9-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,
-          Mengeluarkan SEBI No.6/23/DPNP tgl.31-5-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Bank Indonesia melalui API, menginginkan Indonesia punya 3 bank besar berskala internasional, dengan aset @ 5M USD (Rp.50 T).
Sehingga, dalam hal ini Bank Umum terkena beberapa dampak. Yaitu:
-          Bank Umum menata kembali visi dan misi dalam menghadapi persaingan global, dan
-          Bank Umum melakukan pengelolaan Risk Management.
Apa itu Risk Management?
Risk Management atau Manajemen Resiko merupakan suatu proses yang terus berjalan dan harus diterapkan dalam semua aspek organsasi. Manajemen Resiko juga harus diterapkan setiap waktu (bukan merupakan suatu proyek tetapi harus merupakan kegiatan sehari-hari ).
Dalam penerapan Manajemen Resiko, ada beberapa hal yang sebelumnya diperhatikan terlebih dahulu.
1.      Mementukan Konteks.
2.      Mengidentifikasi Resiko.
3.      Menganalisis Resiko.
4.      Perencanaan Resiko.
5.      Implementasi.
6.      Track and Control.

Adapun penerapan Operasionalisasi Risk Management di Bank Umum. Caranya,
1.      Penetapan organisasi tata kelola.
2.      Penetapan kebijakan Manajemen Risiko.
3.      Menyusun Profil Risiko dalam Laporan Profil Risiko.
4.      Membentuk Basel II Compliance Committee.
5.      Menerapkan sistem pendukung proses manajemen risiko.



1.      Penetapan Organisasi Tata Kelola

Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif, Direksi Bank menetapkan struktur organisasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.      Umum
1)      Struktur organisasi yang disusun harus disertai dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab secara umum maupun terkait penerapan Manajemen Risiko pada seluruh satuan kerja yang disesuaikan dengan tujuan dan kebijakan usaha serta ukuran dan kompleksitas kegiatan usaha Bank.
2)      Struktur organisasi harus dirancang untuk memastikan bahwa satuan kerja yang melakukan fungsi pengendalian intern (SKAI) dan SKMR independen terhadap satuan kerja bisnis Bank.
3)      Bank mempunyai komite Manajemen Risiko dan SKMR yang independen.
4)      Kecukupan kerangka pendelegasian wewenang disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas produk, tingkat Risiko yang akan diambil Bank serta pengalaman dan keahlian personil yang bersangkutan.

Kewenangan yang didelegasikan harus dikaji ulang secara berkala untuk memastikan bahwa kewenangan tersebut sesuai dengan kondisi terkini dan level kinerja pejabat terkait.
a.      Komite Manajemen Risiko
1)      Keanggotaan komite Manajemen Risiko umumnya bersifat tetap namun dapat ditambah dengan anggota tidak tetap sesuai dengan kebutuhan Bank.
2)      Keanggotaan komite Manajemen Risiko paling sedikit terdiri dari mayoritas Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-          Bagi Bank yang memiliki 3 (tiga) orang anggota Direksi sebagaimana persyaratan minimum yang diatur dalam ketentuan yang berlaku maka pengertian mayoritas Direksi adalah paling sedikit 2 (dua) orang direktur.
-          Bank menunjuk direktur yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan kepatuhan sebagai anggota tetap komite Manajemen Risiko dan direktur yang membidangi penerapan Manajemen Risiko bagi Bank yang menunjuk direktur tersendiri.
-          Pejabat eksekutif terkait merupakan pejabat satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja bisnis, pejabat yang memimpin SKMR, dan pejabat yang memimpin SKAI.
-          Keanggotaan pejabat eksekutif dalam komite Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas dalam komite Manajemen Risiko seperti treasury dan investasi, kredit dan operasional, sesuai kebutuhan Bank.

3)      Wewenang dan tanggung jawab komite Manajemen Risiko adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi kepada direktur utama terkait Manajemen Risiko yang paling sedikit meliputi:
-          penyusunan kebijakan Manajemen Risiko serta perubahannya, termasuk strategi Manajemen Risiko, tingkat Risiko yang diambil dan toleransi Risiko, kerangka Manajemen Risiko serta rencana kontinjensi untuk mengantisipasi terjadinya kondisi tidak normal,
-          penyempurnaan proses Manajemen Risiko secara berkala maupun bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal Bank yang mempengaruhi kecukupan permodalan, profil Risiko Bank, dan tidak efektifnya penerapan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi; dan
-          penetapan kebijakan dan/atau keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal, seperti pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya atau pengambilan posisi atau eksposur Risiko yang melampaui limit yang telah ditetapkan.
b.      Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR)
1)      Struktur organisasi SKMR disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas kegiatan usaha Bank serta Risiko Bank.
2)      Pimpinan SKMR bertanggungjawab langsung kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus seperti direktur yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan kepatuhan.
3)      Satuan kerja Manajemen Risiko harus independen terhadap satuan kerja bisnis seperti treasury dan investasi, kredit, pendanaan, akuntansi, dan SKAI.
4)      Wewenang dan tanggung jawab SKMR meliputi:
-          memberikan masukan kepada Direksi dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan kerangka Manajemen Risiko,
-          mengembangkan prosedur dan alat untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko,
-          mendesain dan menerapkan perangkat yang dibutuhkan dalam penerapan Manajemen Risiko,
-          memantau implementasi kebijakan, strategi, dan kerangka Manajemen Risiko yang direkomendasikan oleh komite Manajemen Risiko dan yang telah disetujui oleh Direksi,
-          memantau posisi atau eksposur Risiko secara keseluruhan, maupun per Risiko termasuk pemantauan kepatuhan terhadap toleransi Risiko dan limit yang ditetapkan,
-          melakukan stress testing guna mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi Manajemen Risiko terhadap portofolio atau kinerja Bank secara keseluruhan,
-          mengkaji usulan produk dan/atau aktivitas baru yang dikembangkan oleh suatu unit tertentu Bank yang difokuskan terutama pada aspek kemampuan Bank untuk mengelola produk dan/atau aktivitas baru termasuk kelengkapan sistem dan prosedur yang digunakan serta dampaknya terhadap eksposur Risiko Bank secara keseluruhan,
-          memberikan rekomendasi kepada satuan kerja bisnis dan/atau kepada komite Manajemen Risiko terkait penerapan Manajemen Risiko antara lain mengenai besaran atau maksimum eksposur Risiko yang dapat dipelihara Bank,
-          mengevaluasi akurasi dan validitas data yang digunakan oleh Bank untuk mengukur Risiko bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern,
-          menyusun dan menyampaikan laporan profil Risiko kepada direktur utama, direktur yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan kepatuhan, dan komite Manajemen Risiko secara berkala atau paling sedikit secara triwulanan. Frekuensi laporan harus ditingkatkan dalam hal kondisi pasar berubah dengan cepat, dan
-          melaksanakan kaji ulang secara berkala dengan frekuensi yang disesuaikan kebutuhan Bank, untuk memastikan:
                                                                                                     i.            kecukupan kerangka Manajemen Risiko;
                                                                                                   ii.            keakuratan metodologi penilaian Risiko; dan
                                                                                                 iii.            kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko.

5) Satuan kerja bisnis menyampaikan laporan atau informasi mengenai eksposur Risiko yang dikelola satuan kerja yang bersangkutan kepada SKMR secara berkala.

2. Penetapan Kebijakan Manajemen Risiko

1.      Kebijakan ALMA (Assets & Liabilities Management Activa)
                  Suatu usaha untuk mengoptimumkan struktur neraca bank sedemikian rupa agar diperoleh laba maksimal dan sekaligus membatasi resiko menjadi sekecil mungkin.

2.      Kebijakan Treasury

Kebijakan dalam pengelolaan aset bank dalam bentuk penanaman dana dengan memperhitungkan sumber dana (liabilitas/kewajiban)


3.      Kebijakan Transaksi Derivatif
Sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung pada – diturunkan dari – nilai aset, tingkat referensi atau indeks

4.      Kebijakan Kredit
Aturan-aturan tegas yang ditetapkan oleh perusahaan yang menjadi panduan dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabah, agar berjalan pada arah yang benar, tertib, aman dan menguntungkan

5.      Kebijakan Trading Book
Kebijakan tentang seluruh posisi perdagangan Bank (proprietary position) pada instrumen keuangan dalam neraca dan rekening administratif serta transaksi derivatif yang :
a.       Dimaksudkan untuk dimiliki dan dijual kembali dalam jangka pendek;
b.      Dimiliki untuk tujuan memperoleh keuntungan jangka pendek dari perbedaan secara aktual dan atau potensial atas nilai jual dan nilai beli atau harga lain atau dari perbedaan suku bunga;
c.       Timbul dari kegiatan perantaraan (brokering) dan kegiatan pembentukan pasar (market making); atau
d.      Diambil untuk kegiatan lindung nilai (hedging) komponen Trading Book lain.

Kebijakan-kebijakan di atas bertujuan untuk mitigasi risiko, yang dilakukan dengan cara menentukan Limit: likuiditas, suku bunga, nilai tukar, trading.

.
\3. Menyusun Profil Risiko dalam Laporan Profil Risiko
            Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank wajib memelihara kesehatannya.  Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap Bank. Selain itu, kesehatan Bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa Bank.
            Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam dapat meninggalkan eksposur risiko dan profil risiko Bank. Sejalan dengan itu pendekatan penilaian secara internasional juga mengarah pada pendekatan pengawasan berdasarkan risiko. Peningkatan eksposur risiko dan profil risiko serta penerapan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko tersebut selanjutnya akan mempengaruhi penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Profil risiko ini dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
                          - Sudut pandang Bank
                          - Sudut pandang Unit Bisnis

4. Membentuk Basel II Compliance Committee
            Dibentuknya Committee adalah sebagai panduan implementasi Basel Accord II. Untuk membentuk sumber data. Unit ini disebut “Enterprise Data Warehouse”
5. Menerapkan Sistem Pendukung Proses Manajemen Risiko
Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian yang penting dari manajemen risiko karena merupakan penerapan atas prinsip dan kerangka kerja manajemen risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen risiko terdiri atas tiga proses utama, yaitu penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan risiko.
a.       Penetapan konteks manajemen risiko bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengungkapkan sasaran organisasi, lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan, dan keberagaman kriteria risiko.
b.      Proses kedua adalah penilaian risiko meliputi tahapan identifikasi risiko yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang dapat memengaruhi pencapaian sasaran organisasi.
c.       Proses ketiga dalam proses manajemen risiko adalah penanganan risiko yang berupa perencanaan atas mitigasi risiko-risiko untuk mendapatkan alternatif solusinya sehingga penanganan risiko dapat diterapkan secara efektif dan efisien.

Proses lainnya adalah monitoring dan review yang bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi manajemen risiko berjalan sesuai dengan perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan perbaikan secara berkala terhadap proses manajemen risiko.
Proses Monitoring dan Review dilaksanakan melalui evaluasi dan pemeriksaan terhadap proses bisnis yang berjalan, serta dengan audit manajemen risiko. Masukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi manajemen risiko dalam bentuk seperti pembaharuan atas daftar risiko yang terindetifikasi, tingkat kemungkinan dan dampak dari risiko tersebut serta tindakan pengendalian serta sistem monitor yang sesuai untuk kebutuhan organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan.
Proses pendukung lainnya dalam penerapan manajemen risiko adalah komunikasi kepada manajemen dan unit-unit kerja perusahaan sehingga setiap individu dalam perusahaan memahami atas kesadaran risiko, budaya risiko, kematangan risiko. Proses komunikasi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengukur kesiapan organisasi dalam mengatasi risiko dan untuk mengevaluasi penerapan manajemen risiko tersebut.
Diharapkan dengan adanya fungsi manajemen risiko yang terkelola dengan baik di setiap unit kerja, dapat mendukung penerapan Good Corporate Governance di dalam perusahaan secara keseluruhan. Karena sejatinya fungsi manajemen risiko bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan, pengelolaan risiko usaha perusahaan dengan penerapan prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan.

Referensi :
Supawi Pawenang
Modul Pembelajaran Manajemen Operasional
Universitas Islam Batik Surakarta
2018