A.
Latar
Belakang
Basel
Accord mengeluarkan ketentuan manajemen risiko perbankan, Bang Indonesia (BI)
menyambutnya dengan beberapa hal. Yaitu:
-
Mendesain
API (Arsitektur Perbankan Indonesia),
-
Mengeluarkan
SEBI No.5/21/DPNP tgl 29-9-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum,
-
Mengeluarkan
SEBI No.6/23/DPNP tgl.31-5-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum.
Bank
Indonesia melalui API, menginginkan Indonesia punya 3 bank besar berskala
internasional, dengan aset @ 5M USD (Rp.50 T).
Sehingga, dalam hal
ini Bank Umum terkena beberapa dampak. Yaitu:
-
Bank
Umum menata kembali visi dan misi dalam menghadapi persaingan global, dan
-
Bank
Umum melakukan pengelolaan Risk Management.
Apa itu Risk Management?
Risk Management atau Manajemen Resiko merupakan suatu proses yang terus
berjalan dan harus diterapkan dalam semua aspek organsasi. Manajemen Resiko
juga harus diterapkan setiap waktu (bukan merupakan suatu proyek tetapi harus
merupakan kegiatan sehari-hari ).
Dalam penerapan
Manajemen Resiko, ada beberapa hal yang sebelumnya diperhatikan terlebih
dahulu.
1. Mementukan Konteks.
2. Mengidentifikasi Resiko.
3. Menganalisis Resiko.
4. Perencanaan Resiko.
5. Implementasi.
6. Track and Control.
Adapun penerapan Operasionalisasi Risk Management di Bank Umum. Caranya,
1.
Penetapan
organisasi tata kelola.
2.
Penetapan
kebijakan Manajemen Risiko.
3.
Menyusun
Profil Risiko dalam Laporan Profil Risiko.
4.
Membentuk
Basel II Compliance Committee.
5.
Menerapkan
sistem pendukung proses manajemen risiko.
1.
Penetapan Organisasi Tata Kelola
Dalam
rangka penerapan Manajemen Risiko yang efektif, Direksi Bank menetapkan
struktur organisasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Umum
1) Struktur organisasi yang disusun harus disertai dengan
kejelasan tugas dan tanggung jawab secara umum maupun terkait penerapan
Manajemen Risiko pada seluruh satuan kerja yang disesuaikan dengan tujuan dan
kebijakan usaha serta ukuran dan kompleksitas kegiatan usaha Bank.
2) Struktur organisasi harus dirancang untuk memastikan
bahwa satuan kerja yang melakukan fungsi pengendalian intern (SKAI) dan SKMR
independen terhadap satuan kerja bisnis Bank.
3) Bank mempunyai komite Manajemen Risiko dan SKMR yang
independen.
4) Kecukupan kerangka pendelegasian wewenang disesuaikan
dengan karakteristik dan kompleksitas produk, tingkat Risiko yang akan diambil
Bank serta pengalaman dan keahlian personil yang bersangkutan.
Kewenangan
yang didelegasikan harus dikaji ulang secara berkala untuk memastikan bahwa
kewenangan tersebut sesuai dengan kondisi terkini dan level kinerja pejabat
terkait.
a. Komite Manajemen
Risiko
1) Keanggotaan komite Manajemen Risiko umumnya bersifat
tetap namun dapat ditambah dengan anggota tidak tetap sesuai dengan kebutuhan
Bank.
2) Keanggotaan komite Manajemen Risiko paling sedikit
terdiri dari mayoritas Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
Bagi Bank yang memiliki 3 (tiga) orang
anggota Direksi sebagaimana persyaratan minimum yang diatur dalam ketentuan
yang berlaku maka pengertian mayoritas Direksi adalah paling sedikit 2 (dua)
orang direktur.
-
Bank menunjuk direktur yang membawahkan
fungsi Manajemen Risiko dan kepatuhan sebagai anggota tetap komite Manajemen
Risiko dan direktur yang membidangi penerapan Manajemen Risiko bagi Bank yang
menunjuk direktur tersendiri.
-
Pejabat eksekutif terkait merupakan pejabat
satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja bisnis, pejabat yang
memimpin SKMR, dan pejabat yang memimpin SKAI.
-
Keanggotaan pejabat eksekutif dalam komite
Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas dalam komite
Manajemen Risiko seperti treasury dan investasi, kredit dan operasional, sesuai
kebutuhan Bank.
3) Wewenang dan tanggung jawab komite Manajemen Risiko
adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi kepada direktur utama
terkait Manajemen Risiko yang paling sedikit meliputi:
-
penyusunan kebijakan Manajemen Risiko serta
perubahannya, termasuk strategi Manajemen Risiko, tingkat Risiko yang diambil
dan toleransi Risiko, kerangka Manajemen Risiko serta rencana kontinjensi untuk
mengantisipasi terjadinya kondisi tidak normal,
-
penyempurnaan proses Manajemen Risiko secara
berkala maupun bersifat insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi
eksternal dan internal Bank yang mempengaruhi kecukupan permodalan, profil
Risiko Bank, dan tidak efektifnya penerapan Manajemen Risiko berdasarkan hasil
evaluasi; dan
-
penetapan kebijakan dan/atau keputusan bisnis
yang menyimpang dari prosedur normal, seperti pelampauan ekspansi usaha yang
signifikan dibandingkan dengan rencana bisnis Bank yang telah ditetapkan sebelumnya
atau pengambilan posisi atau eksposur Risiko yang melampaui limit yang telah
ditetapkan.
b. Satuan Kerja
Manajemen Risiko (SKMR)
1) Struktur organisasi SKMR disesuaikan dengan ukuran dan
kompleksitas kegiatan usaha Bank serta Risiko Bank.
2) Pimpinan SKMR bertanggungjawab langsung kepada direktur
utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus seperti direktur yang
membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan kepatuhan.
3) Satuan kerja Manajemen Risiko harus independen terhadap
satuan kerja bisnis seperti treasury dan investasi, kredit, pendanaan,
akuntansi, dan SKAI.
4) Wewenang dan tanggung jawab SKMR meliputi:
-
memberikan masukan kepada Direksi dalam
penyusunan kebijakan, strategi, dan kerangka Manajemen Risiko,
-
mengembangkan prosedur dan alat untuk
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko,
-
mendesain dan menerapkan perangkat yang
dibutuhkan dalam penerapan Manajemen Risiko,
-
memantau implementasi kebijakan, strategi,
dan kerangka Manajemen Risiko yang direkomendasikan oleh komite Manajemen
Risiko dan yang telah disetujui oleh Direksi,
-
memantau posisi atau eksposur Risiko secara
keseluruhan, maupun per Risiko termasuk pemantauan kepatuhan terhadap toleransi
Risiko dan limit yang ditetapkan,
-
melakukan stress testing guna mengetahui
dampak dari implementasi kebijakan dan strategi Manajemen Risiko terhadap
portofolio atau kinerja Bank secara keseluruhan,
-
mengkaji usulan produk dan/atau aktivitas
baru yang dikembangkan oleh suatu unit tertentu Bank yang difokuskan terutama
pada aspek kemampuan Bank untuk mengelola produk dan/atau aktivitas baru
termasuk kelengkapan sistem dan prosedur yang digunakan serta dampaknya
terhadap eksposur Risiko Bank secara keseluruhan,
-
memberikan rekomendasi kepada satuan kerja
bisnis dan/atau kepada komite Manajemen Risiko terkait penerapan Manajemen
Risiko antara lain mengenai besaran atau maksimum eksposur Risiko yang dapat
dipelihara Bank,
-
mengevaluasi akurasi dan validitas data yang
digunakan oleh Bank untuk mengukur Risiko bagi Bank yang menggunakan model
untuk keperluan intern,
-
menyusun dan menyampaikan laporan profil
Risiko kepada direktur utama, direktur yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko
dan kepatuhan, dan komite Manajemen Risiko secara berkala atau paling sedikit
secara triwulanan. Frekuensi laporan harus ditingkatkan dalam hal kondisi pasar
berubah dengan cepat, dan
-
melaksanakan kaji ulang secara berkala dengan
frekuensi yang disesuaikan kebutuhan Bank, untuk memastikan:
i.
kecukupan kerangka Manajemen Risiko;
ii.
keakuratan metodologi penilaian Risiko; dan
iii.
kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko.
5)
Satuan kerja bisnis menyampaikan laporan atau informasi mengenai eksposur
Risiko yang dikelola satuan kerja yang bersangkutan kepada SKMR secara berkala.
2. Penetapan Kebijakan Manajemen Risiko
1. Kebijakan ALMA (Assets & Liabilities Management
Activa)
Suatu
usaha untuk mengoptimumkan struktur neraca bank sedemikian rupa agar diperoleh
laba maksimal dan sekaligus membatasi resiko menjadi sekecil mungkin.
2. Kebijakan Treasury
Kebijakan dalam pengelolaan
aset bank dalam bentuk penanaman dana dengan memperhitungkan sumber dana
(liabilitas/kewajiban)
3. Kebijakan Transaksi Derivatif
Sebuah
kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung
pada – diturunkan dari – nilai aset, tingkat referensi atau indeks
4. Kebijakan Kredit
Aturan-aturan tegas yang ditetapkan oleh perusahaan yang
menjadi panduan dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabah, agar
berjalan pada arah yang benar, tertib, aman dan menguntungkan
5. Kebijakan Trading Book
Kebijakan tentang seluruh posisi perdagangan Bank (proprietary position) pada instrumen
keuangan dalam neraca dan rekening administratif serta transaksi derivatif yang
:
a. Dimaksudkan untuk dimiliki dan dijual
kembali dalam jangka pendek;
b. Dimiliki untuk tujuan memperoleh
keuntungan jangka pendek dari perbedaan secara aktual dan atau potensial atas
nilai jual dan nilai beli atau harga lain atau dari perbedaan suku bunga;
c. Timbul dari kegiatan perantaraan (brokering) dan kegiatan pembentukan
pasar (market making); atau
d. Diambil untuk kegiatan lindung nilai (hedging) komponen Trading Book lain.
Kebijakan-kebijakan di atas bertujuan untuk mitigasi risiko,
yang dilakukan dengan cara menentukan Limit: likuiditas, suku bunga, nilai
tukar, trading.
.
\3. Menyusun Profil
Risiko dalam Laporan Profil Risiko
Sesuai
dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank wajib memelihara
kesehatannya. Kesehatan Bank yang
merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas
pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap Bank. Selain
itu, kesehatan Bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik,
pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa Bank.
Perkembangan
industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam
dapat meninggalkan eksposur risiko dan profil risiko Bank. Sejalan dengan itu
pendekatan penilaian secara internasional juga mengarah pada pendekatan
pengawasan berdasarkan risiko. Peningkatan eksposur risiko dan profil risiko
serta penerapan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko tersebut selanjutnya
akan mempengaruhi penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
Profil
risiko ini dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
-
Sudut pandang Bank
-
Sudut pandang Unit Bisnis
4. Membentuk Basel II Compliance Committee
Dibentuknya Committee adalah sebagai panduan implementasi
Basel Accord II. Untuk membentuk sumber data. Unit ini disebut “Enterprise Data
Warehouse”
5. Menerapkan Sistem Pendukung Proses
Manajemen Risiko
Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian
yang penting dari manajemen risiko karena merupakan penerapan atas prinsip dan
kerangka kerja manajemen risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen
risiko terdiri atas tiga proses utama, yaitu penetapan konteks, penilaian
risiko, dan penanganan risiko.
a. Penetapan konteks manajemen risiko
bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengungkapkan sasaran organisasi,
lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan, dan
keberagaman kriteria risiko.
b. Proses kedua adalah penilaian risiko
meliputi tahapan identifikasi risiko yang bertujuan untuk mengidentifikasi
risiko-risiko yang dapat memengaruhi pencapaian sasaran organisasi.
c. Proses ketiga dalam proses manajemen
risiko adalah penanganan risiko yang berupa perencanaan atas mitigasi
risiko-risiko untuk mendapatkan alternatif solusinya sehingga penanganan risiko
dapat diterapkan secara efektif dan efisien.
Proses lainnya adalah monitoring dan review yang bertujuan untuk
memastikan bahwa implementasi manajemen risiko berjalan sesuai dengan
perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan perbaikan secara berkala
terhadap proses manajemen risiko.
Proses Monitoring dan Review dilaksanakan melalui evaluasi dan
pemeriksaan terhadap proses bisnis yang berjalan, serta dengan audit manajemen
risiko. Masukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi manajemen risiko
dalam bentuk seperti pembaharuan atas daftar risiko yang terindetifikasi,
tingkat kemungkinan dan dampak dari risiko tersebut serta tindakan pengendalian
serta sistem monitor yang sesuai untuk kebutuhan organisasi dalam mencapai
tujuan perusahaan.
Proses pendukung lainnya dalam penerapan manajemen risiko adalah
komunikasi kepada manajemen dan unit-unit kerja perusahaan sehingga setiap
individu dalam perusahaan memahami atas kesadaran risiko, budaya risiko,
kematangan risiko. Proses komunikasi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk
mengukur kesiapan organisasi dalam mengatasi risiko dan untuk mengevaluasi
penerapan manajemen risiko tersebut.
Diharapkan dengan adanya fungsi manajemen risiko yang terkelola dengan
baik di setiap unit kerja, dapat mendukung penerapan Good Corporate
Governance di dalam perusahaan secara keseluruhan. Karena sejatinya
fungsi manajemen risiko bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan,
pengelolaan risiko usaha perusahaan dengan penerapan prinsip kehati-hatian,
akuntabilitas, dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan.
Referensi :
Supawi Pawenang
Modul Pembelajaran Manajemen Operasional
Universitas Islam Batik Surakarta
2018